Lukai Aku
Rozi Kembara
lukai aku dengan seluruh keberangkatan
yang menumpahkan rindu
sedang di langit sekawanan burung
menjadikan senja sebagai kekal sarang
lalu apalagikah yang teramat memilukan
setelah sengatan kenangan
Tanah Serang, 2009
Di Terminal
Zulkifli Songyanan
Dan waktu seperti melumuri perasaanku
Dengan kecemasan. Sedang dari arah
Paling gelisah, bocah-bocah penjaja kesedihan,
Antrian panjang kendaraan, seolah memintaku
Terlibat dalam kesabaran yang melelahkan.
Seperti ada yang tertinggal di antara jerit peluit
Dan papan selamat jalan. Sebuah bis beranjak
Ke selatan, ke suatu tempat di mana
Sebuah percakapan tak sempat
Kita rampungkan.
Rindu, katamu, akan memerlukan sekian banyak
Ruang tunggu. Namun aku mulai lupa akan hal itu.
Aku sudah terlalu jauh mencintaimu.
2009.
Dengan Langkah Damai dan Tanpa Gegas Aku Merujukmu
Irwan Sofwan
dengan langkah damai dan tanpa gegas
aku merujukmu
maka segala yang tampak menyeruak
ke tepi sajak
suara-suara mengalir di antara detik yang rincik
dan musim menghijau dalam matamu yang kilau
kau yang kini terbangun dalam sajak-sajakku
ketika pagi menjelma sepasang kupu-kupu
terbang dan bermain dalam ingatanku
maka biarkan aku terus menulis puisi
memasuki kata-kata
menerjemahkan hatimu dengan seteguk embun
yang kuhimpun dari daun-daun
2009
Kumasuki Lagi Dingin Kotamu
Irwan Sofwan
di telapak tangan
hening dan lapang
kurebahkan wajahku
bagi mataku
juga tubuhku yang redup
tak ada yang lebih berarti selain denyut
ah, kumasuki lagi dingin kotamu
di mana aku hampir tak menemukan matahari
bahkan di langit-langit terdekatku
ia seolah sembunyi
gerimis datang berulang kali
meneteskan kembali ingatan-ingatanku padamu
pada senja yang mematikan bayang-bayang
mempertemukan kita pada lengang yang panjang
ah, kumasuki lagi dingin kotamu
malam berlubang
kulihat matamu mengambang
menjadi lampu-lampu pucat di jalan, mall, dan pertokoan
serta rumah-rumah yang kesepian
ke manakah deru lautan api?
ke manakah Sangkuriang melayarkan
ketulusan dan keberanian cintanya kepada Dayang Sumbi?
ah, kumasuki lagi dingin kotamu
di mana waktu seperti pohonan pinggir jalan
tenang dan kaku
melemparkan daunnya satu-satu
Bandung, 2009
Rozi Kembara. Lahir 27 Juni 1990 di Tasikmalaya. Puisi-puisinya dimuat sejumlah media massa dan antologi. Bergiat di komunitas rawarawa. Kini sedang belajar di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
Zulkifli Songyanan. Lahir di Tasikmalaya 02 Juni 1990. Tercatat sebagai mahasiswa program studi Manajemen Pemasaran Pariwisata, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Bergiat bersama Sanggar Sastra Tasik (SST) dan Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) UPI.
Irwan Sofwan. Lahir di Serang, Banten 24 Oktober 1981. Alumni Diksatrasia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Sejumlah tulisan dan sajak-sajaknya dipublikasi harian Pikiran Rakyat, Radar Banten, Tabloid Kaibon Banten, Fajar Banten, Antologi Puisi Candu Rindu (Penerbit Kubah Budaya 2009), dan Dari Batas Waktu Ke Perjalanan Kamar Sampai Kabar Dari Langit (Rumah Dunia 2006). Saat ini aktif sebagai salah seorang pengurus Kubah Budaya.
Buletin Absynthe menerima kiriman puisi, esei dan cerpen yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Silahkan kirimkan naskah anda ke komunitasrawarawa@yahoo.com. Bagi penulis yang karyanya dimuat, mohon maaf kami belum bisa menyediakan honorarium.Gak dibiayain Ford sih. Ha ha ha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar